
Kalau kamu sering nongkrong di forum web development atau sekadar scroll TikTok dan Instagraam yang isinya tech content, pasti kamu pernah dengar nama Next.js. Buat kamu yang baru mulai ngoding, mungkin awalnya kelihatan kayayk framework yang “too advanced”. Tapi sebenarnya justru sebaliknya, Next.js itu ramah banget buat pemula—apalagi kalau kamu udah punya sedikit dasar di React.
Jadi gini… Next.js adalah framework open-source yang dibangun di atas React. Dia dikembangkan sama tim Vercel, dan fungsinya itu untuk bantu kita bikin aplikasi web modern dengan cara yang lebih cepat, rapi, dan performa yang optimal. Gak cuma untuk UI doang, tapi dia juga siap produksi alias production-ready.
Ibaratnya kalau React itu komponen dasarnya, Next.js itu paket hematnya—udah termasuk nasi, lauk, sambal, sama es teh.
Nah, fitur-fitur di dalam Next.js ini yang bikin dia jadi favorit banyak developer dan perusahaan:
- Routing otomatis. Gak perlu setup
react-router
manual. Cukup bikin file di folderpages/
, langsung jadi route. - SEO-friendly karena support server-side rendering (SSR) dan static site generation (SSG).
- Punya fitur API Routes buat bikin backend ringan langsung dari dalam project Next.js.
- Optimisasi performa seperti lazy loading, image optimization, dan code splitting udah built-in.
- Dukungan penuh buat TypeScript, ESLint, dan integrasi ke CSS framework modern kayak Tailwind.
Keren, kan? Makanya gak heran kalau sekarang banyak perusahaan—dari startup sampe korporat—lebih suka pakai Next.js buat bangun produk mereka. Karena lebih maintainable, scalable, dan cepet.
Jadi kalau kamu ngerasa belakangan ini udah mulai ketinggalan tren, masih stuck di HTML statis atau belum sempat ngulik React lebih dalam, belajar Next.js bisa jadi tiket kamu buat naik level. Karena banyak banget lowongan kerja yang cari orang dengan skill Next.js, apalagi kalau kamu pengen kerja remote atau masuk ke dunia startup tech.
Nah, terus kenapa kita bahas Webpack di artikel ini?
Meskipun kamu jarang banget harus utak-atik Webpack secara langsung pas bikin proyek Next.js, tapi Webpack itu punya peran penting banget di belakang layar. Bisa dibilang, Webpack adalah “mesin dapur” yang bantu nyusun dan ngemas semua kode kita jadi satu aplikasi web yang bisa jalan mulus di browser.
Jadi pas kamu nulis komponen, import CSS, pakai gambar, atau bahkan bikin dynamic import untuk komponen tertentu, sebenarnya Webpack yang ngerjain semua di balik layar. Dia yang nge-bundle file-file kamu, optimize performa, dan bikin build kamu jadi ringan dan cepat.
Next.js udah nyediain konfigurasi Webpack bawaaaan yang powerful banget, jadi kamu gak harus setting dari nol. Tapi kalau kamu tahu dasar-dasar cara kerja Webpack, kamu jadi lebih ngerti apa yang terjadi di balik layar.
Ini juga bantu banget kalau suatu hari kamu butuh kustomisasi—misalnya mau tambahin loader untuk file SVG, atau ubah cara kerja plugin tertentu.
Intinya, paham Webpack bukan cuma buat developer expert. Justru kalau kamu baru mulai, sekarang saat yang pas buat kenalan sama tool penting ini, biar kamu gak cuma bisa make, tapi juga ngerti gimana dia bekerja.
Oke, itu dulu sebagai pembuka ya.
Di artikel selanjutnya kita bakal bahas lebih dalam soal Webpack. Kita bakal lihat gimana dia kerja, apa itu konsep bundling, loader, plugin, dan kenapa semua itu penting buat developer modern—terutama yang pakai Next.js. Siap? Yuk lanjut!
Yuk kita mulai bikin project Next.js terbaru buat company profile
Sekarang kita udah ngerti kenapa Next.js penting dan apa hubungannya dengan Webpack. Jadi, saatnya kita praktik langsung bikin project Next.js dari nol.
Kita bakal bikin fondasi awal untuk website company profile—yang biasanya berisi halaman seperti home, about, services, contact, dan mungkin beberapa halaman tambahan lainnya.
Langkah pertama yang kita butuhin tentu aja install Next.js. Next.js sekarang nyediain CLI bernama create-next-app
yang super praktis dan udah support setup modern out of the box. Gak usah ribet milih-milih lagi.
Langsung buka terminal kamu dan ketik:
npx create-next-app@latest company-profile
Setelah itu, kamu bakal ditanya beberapa pertanyaan interaktif. Untuk project company profile sederhana, kamu bisa pilih jawaban seperti berikut:
- TypeScript: yes (supaya kode kamu lebih aman dan modern)
- ESLint: yes (biar kode lebih rapi)
- Tailwind CSS: yes (biar styling-nya gampang dan clean)
- src/ directory: yes (struktur folder lebih terorganisir)
- App Router: yes (fitur baru pengganti Pages Router, lebih fleksibel)
- Customize import alias: boleh di-skip atau pakai
@/
untuk root folder
Tunggu proses instalasi selesai, lalu pindah ke folder project:
cd company-profile
Jalankan development server dengan:
npm run dev
Kalau udah, kamu buka browseer dan masuk ke http://localhost:3000
, tampilan awal Next.js udah muncul. Ini artinya semua setup kamu udah jalan dengan baik.
Struktur folder awalnya kurang lebih seperti ini:
company-profile/
├─ public/
├─ src/
│ ├─ app/
│ │ ├─ page.tsx
│ ├─ styles/
├─ tsconfig.json
├─ next.config.js
Nah, sekarang kamu bisa mulai bikin halaman kayak about
, services
, atau contact
. Tinggal tambahin file baru di dalam folder src/app/
, contohnya about/page.tsx
, dan isi kontennya bebas. Misalnya:
// src/app/about/page.tsx
export default function AboutPage() {
return (
<main className="p-10">
<h1 className="text-4xl font-bold mb-4">Tentang Kami</h1>
<p className="text-lg text-gray-700">
Kami adalah tim profesional yang berfokus membangun solusi digital untuk berbagai industri.
</p>
</main>
);
}
Styling bisa kamu atur dengan Tailwind CSS, jadi kamu gak perlu ribet setup class manual. Cukup kasih class seperti text-4xl
, font-bold
, p-10
, dan lainnya.
Kalau udah, halaman kamu bisa langsung diakses lewat http://localhost:3000/about
.
Nah sekarang, di mana sih peran Webpack dalam project Next.js ini?
Oke, ini bagian yang jarang kelihatan tapi super penting. Walaupun kamu gak ngoding Webpack secara langsung, tapi semua yang terjadi saat kamu jalankan npm run dev
atau npm run build
, itu kerjaannya Webpack.
Contohnya begini:
Saat kamu bikin halaman about/page.tsx
, dan kamu impoyrt file CSS atau gambar seperti ini:
import Image from 'next/image'
import teamPhoto from '@/assets/team.jpg'
import './styles.css'
Webpack yang ngurus supaya file team.jpg
bisa dioptimalkan dan ditampilin di browser dengan ukuran yang tepat. Webpack juga yang handle supaya styles.css
di-parse, dikompilasi, dan dimasukin ke dalam halaman yang sesuai.
Kalau kamu buka file next.config.js
, sebenarnya kamu bisa tambahin konfigurasi khusus buat Webpack. Misalnya, kamu mau custom loader:
// next.config.js
/** @type {import('next').NextConfig} */
const nextConfig = {
webpack: (config) => {
config.module.rules.push({
test: /\\.md$/,
use: 'raw-loader',
})
return config
},
}
module.exports = nextConfig
Di sini kamu menambahkan aturan baru untuk nge-handle file markdown (.md
). Jadi, setiap kali kamu import file .md
, Webpack tahu harus pakai raw-loader
.
Contoh lainnya, Webpack juga bantu waktu kamu pakai dynamic import di halaman tertentu:
import dynamic from 'next/dynamic'
const ServicesComponent = dynamic(() => import('@/components/Services'))
export default function HomePage() {
return (
<main>
<h1>Welcome to Our Company</h1>
<ServicesComponent />
</main>
)
}
Webpack akan otomatis bikin chunk teerpisah untuk komponen Services
, supaya gak langsung dimuat semuanya dari awal. Ini bikin aplikasi kamu lebih ringan dan lebih cepat—karena pengguna cuma nge-load yang mereka butuhin dulu.
Jadi intinya, Webpack adalah semacam "pengatur lalu lintas" yang memastikan semua aset (JS, CSS, gambar, font, dan sebagainya) bisa dipaketin dan dikirim ke browser dengan cara yang efisien.
Dan enaknya pakai Next.js adalah kamu gak perlu mikirin semua itu dari awal, karena konfigurasi Webpack-nya udah dirancang biar optimal buat kebanyakan use case. Tapi… kamu tetap punya akses buat nge-tweak kalau emang butuh.
Kenapa sih kita butuh chunk terpisah dalam Next.js (dan proyek modern lainnya)?
Oke, kita bahas pelan-pelan biar gak kerasa mumet.
Waktu kamu bikin aplikasi web, semua komponen, gambar, file CSS, dan segala macamnya—itu akhirnya harus dikemas jadi file JavaScript (dan CSS) yang bisa dibaca sama browser. Nah, proses ngemasin semua itu disebut bundling, dan itu kerjaannya Webpack.
Kalau semuanya digabung dalam satu file besar, bayangin kayak kamu belanja di supermarket terus semua barang ditaruh dalam satu plastik, satu tumpukan tinggi, berat, dan kamu harus bawa semua itu dari awal.
Berat, lama, dan bikin kesel kan? Apalagi kalau ternyata kamu cuma butuh satu barang aja dari belanjaan itu.
Nah, chunk terpisah adalah solusi dari masaelah itu. Webpack (dan Next.js) otomatis memecah kode kamu menjadi bagian-bagian kecil (chunk), lalu browser hanya akan mengambil bagian yang benar-benar dibutuhkan dulu, sisanya belakangan.
Contohnya:
Di halaman homepage kamu cuma nampilin komponen Hero dan Services. Tapi di halaman /contact
ada form panjang, peta, dan FAQ. Nah, dengan chunk terpisah, pas user buka homepage, mereka hanya nge-load file yang dibutuhkan untuk homepage aja. File untuk /contact
gak dimuat dulu sampai user benar-benar klik dan buka halaman itu.
Ini penting banget buat performa. Berikut mabnfaat chunking yang paling terasa:
- Page load jadi lebih cepat. Karena browser gak harus download semua kode sekaligus.
- User experience lebih baik. Website terasa responsif karena cuma load bagian yang relevan.
- Cache lebih efisien. Kalau cuma ada satu bagian halaman yang berubah, user bisa reuse chunk lama dari cache mereka.
- Skalabilitas makin mudah. Semakin besar aplikasi kamu, semakin kamu butuh strategi chunk yang baik biar gak lemot.
Dan kerennya, Next.js dengan App Router dan dynamic import bisa otomatis mengatur chunk ini tanpa kamu mikirin konfigurasi ribet. Contoh kodenya kayak gini:
import dynamic from 'next/dynamic'
const ContactForm = dynamic(() => import('@/components/ContactForm'))
export default function ContactPage() {
return (
<main>
<h1>Hubungi Kami</h1>
<ContactForm />
</main>
)
}
Dengan pakai dynamic
, Webpack ngerti bahwa komponen ContactForm
ini bisa di-load belakangan. Nanti di-dev tools kamu bisa lihat file chunk seperti contactform.123abc.js
muncul secara terpisah. Dan itu yang bikin web kamu lebih ringan.
Jadi, chunk terpisah bukan cuma trik teknikal aja, tapi kunci utama bikin website kamu cepat dan nyaman diakses, terutama buat user yang internetnya pas-pasan atau pakai perangkat low-end. Inilah kenapa modern web app udah jadiin ini sebagai standar ✨
Yuk kenalan lebih dalam sama bagiana-bagian penting di Webpack: loader, plugin, dan bundling
Kamu mungkin udah pernah denger istilah-istilah ini waktu baca dokumentasi atau ngulik tutorial: loader, plugin, dan bundling. Tapi jujur aja, buat pemula, semua itu awalnya kelihatan kayak istilah alien. Padahal, ini bagian penting banget dari ekosistem modern web development, terutama kalau kamu pakai Next.js yang di balik layarnya dikuatkan oleh Webpack.
Di bagian ini kita gak akan bikin konfigurasi Webpack dari nol (karena Next.js udah nyiapin default config yang powerful). Tapi kita akan coba pahami gimana cara kerja Webpack lewat simulasi kecil dan contoh yang bisa bikin kamu lebih paham “mesin” di balik project kamu.
Apa itu bundling?
Bundling itu proses di mana Webpack menggabungkan banyak file—JavaScript, CSS, gambar, bahkan font—menjadi satu atau beberapa file final yang siap dikirim ke browser.
Misalnya kamu punya struktur seperti ini:
components/
├─ Header.tsx
├─ Footer.tsx
pages/
├─ index.tsx
├─ about.tsx
Waktu kamu jalanin npm run build
, Webpack bakaal telusurin semua import
di dalam project kamu, lalu “nge-bundle” mereka jadi satu file (atau beberapa file terpisah, alias chunk). Jadi di browser, kamu gak perlu load 20 file satu-satu. Semuanya udah di-packing rapi dalam satu paket.
Apa itu loader?
Loader adalah alat bantu buat Webpack ngerti cara menangani jenis file tertentu. Karena default-nya Webpack cuma ngerti JavaScript. Tapi project modern butuh lebih dari itu—ada CSS, TypeScript, gambar, SVG, dan banyak lainnya.
Misalnya kamu mau pakai file .css
atau .jpg
, maka Webpack butuh loader tertentu biar bisa masukin file itu ke dalam bundle akhir.
Di project Next.js, ini semua udah diatur otomatis. Tapi kamu tetap bisa tambahin custom loader kalau mau. Contoh sederhana: kamu mau handle file markdown (.md
), biar bisa di-import ke komponen React.
// next.config.js
const nextConfig = {
webpack: (config) => {
config.module.rules.push({
test: /\\.md$/,
use: 'raw-loader',
})
return config
},
}
module.exports = nextConfig
Dengan config itu, kamu sekarang bisa import markdown seperti ini:
import faqMarkdown from '@/content/faq.md'
export default function FAQPage() {
return <div>{faqMarkdown}</div>
}
Tanpa loader, file .md
ini bakal error karena Next.js/Webpack gak tahu cara ngebacanya.
Apa itu plugin?
Kalau loader fokus ke satu file atau satu jenis resource, plugin itu levelnya lebih global. Plugin bisa ngatur proses build secara keseluruhan—kayak optimasi, environment variable, bahkan auto-generate HTML.
Contohnya, kamu bisa pakai plugin byuat bersihin folder dist
sebelum build baru, atau buat inject variabel saat build.
Sekali lagi, di Next.js semua ini udah diurusin. Tapi kamu bisa tambahin plugin custom juga kalau butuh. Misalnya mau pakai plugin webpack.DefinePlugin
buat masukin variabel:
const webpack = require('webpack')
const nextConfig = {
webpack: (config) => {
config.plugins.push(
new webpack.DefinePlugin({
'process.env.APP_NAME': JSON.stringify('My Company Profile'),
})
)
return config
},
}
module.exports = nextConfig
Lalu kamu bisa akses di mana pun di app kamu:
console.log(process.env.APP_NAME)
Intinya…
Webpack itu kayak dapur utama. Loader itu alat-alat masaknya (kompor, oven, panci), plugin itu bumbu rahasia dan strategi masak, sedangkan bundling itu proses akhir semua bahan dimasak dan disajikan jadi satu hidangan lengkap buat user.
Kamu mungkin gak ngoprek semua ini setiap hari, tapi dengan ngerti dasarnya, kamu bisa jadi developer yang lebih peka dan paham struktur aplikasi modern. Karena saat error muncul, atau kamu butuh kustomisasi, kamu gak cuma bengong—kamu tahu harus ngoprek bagian mana.
Dan kabar baiknya: Next.js udah nyiapin semua fondasi ini buat kamu, jadi kamu tinggal fokus bikin aplikasi yang keren, cepat, dan maintainable.
Yuk kita masuk ke simulasi nyata: load SVG jadi React component & import font custom lokal
Sekarang kita udah ngerti teori dasar tentang loader, plugin, dan bundling di Webpack (dan Next.js). Tapi supaya makin kebayang gimana cara kerjanya di dunia nyata, kita langsung praktekin dua hal yang sering banget ditemui pas ngembangin website company profile:
- Load file SVG sebagai React Component
- Import font custom lokal ke dalam project
Ini penting banget, karena dua hal ini sering jadi kebutuhan real di project—baik buat branding, design system, atau custom look & feel yang gak bisa dipenuhi cuma dengan library biasa.
Load file SVG sebagai React component
Biasanya kalau kita cuma import file SVG biasa, SVG itu akan diperlakukan sebagai image oleh Next.js, dan harus dirender pakai <Image />
atau <img>
. Tapi gimana kalau kita pengen langsung masukin SVG itu sebagai bagian dari komponen React, biar bisa dikasih props, styling, atau animasi?
Nah, di sinilah loader berperan.
Pertama, install loader yang dibutuhkan:
npm install --save-dev @svgr/webpack
Lalu buka file next.config.js
, dan tambahbkan konfigurasi custom loader-nya:
const nextConfig = {
webpack(config) {
config.module.rules.push({
test: /\\.svg$/,
issuer: /\\.[jt]sx?$/,
use: ['@svgr/webpack'],
})
return config
},
}
module.exports = nextConfig
Konfigurasi di atas bilang ke Webpack: “Kalau nemu file .svg
yang di-import dari file .js
, .ts
, .jsx
, atau .tsx
, gunakan loader @svgr/webpack
.”
Setelah itu kamu bisa langsung pakai SVG sebagai komponen:
import Logo from '@/assets/logo.svg'
export default function Header() {
return (
<header className="flex items-center p-4">
<Logo className="h-8 w-auto text-blue-600" />
<h1 className="ml-4 text-2xl font-semibold">My Company</h1>
</header>
)
}
SVG sekarang bisa diubah warna, dikasih animasi, bahkan diberi props layaknya React component biasa. Ini yang bikin developer modern cinta banget sama SVGR.
Import font custom lokal
Biasanya kamu bakal butuh font khusus buat branding, dan lebih baik kalau file font-nya disimpan lokal, bukan ambil dari Google Fonts. Alasannya? Lebih cepaat, gak tergantung third-party, dan lebih private.
Kamu bisa letakkan file font di public/fonts/
, misalnya:
public/fonts/
├─ Inter-Regular.woff2
├─ Inter-Bold.woff2
Lalu bikin file CSS global khusus untuk font:
/* src/styles/fonts.css */
@font-face {
font-family: 'Inter';
src: url('/fonts/Inter-Regular.woff2') format('woff2');
font-weight: 400;
font-style: normal;
font-display: swap;
}
@font-face {
font-family: 'Inter';
src: url('/fonts/Inter-Bold.woff2') format('woff2');
font-weight: 700;
font-style: normal;
font-display: swap;
}
Import CSS-nya di layout.tsx
agar font tersedia di seluruh halaman:
import '@/styles/fonts.css'
export default function RootLayout({ children }: { childrena: React.ReactNode }) {
return (
<html lang="id">
<body className="font-sans">{children}</body>
</html>
)
}
Dan terakhir, tinggal tambahkan konfigurasi di tailwind.config.js
buat pakai font tersebut:
module.exports = {
theme: {
extend: {
fontFamily: {
sans: ['Inter', 'sans-serif'],
},
},
},
}
Boom. Sekarang seluruh web kamu pakai font custom lokal yang jauh lebih ringan dan cepat load-nya.
Jadi, apa yang terjadi di balik layar?
Pas kamu import SVG sebagai komponen, loader @svgr/webpack
akan membaca file SVG, mengubahnya jadi JSX, dan dimasukin ke bundle kamu. Artinya, kamu gak perlu lagi pakai <img src="...">
, tapi bisa treat SVG kayak komponen React yang bisa kamu styling langsung.
Sedangkan pas kamu import font dari public/
, Webpack bakal nge-handle URL-nya dan tetap masukin link itu saat build production. Jadi kamu punya kontrol penuh atas performance dan branding, tanpa harus tergantung CDN luar.
Dari dua simulasi real case ini, kamu bisa lihat bahwa loader dan plugin bukan cuma sekadar istilah di dokumentasi. Tapi benar-benar punya dampak besar dalam workflow sehari-hari. Dan makin kamu paham mereka, makin fleksibel dan powerful cara kamu ngembangin web.
Gak cuma make Next.js, tapi kamu sekarang ngerti banget kenapa Next.js powerful—karena di belakangnya ada Webpack yang dikonfigurasi secara cerdas.
Next.js sekarang punya mesin baru bernama Turbopack: pengganti Webpack yang lebih ngebut dan modern 🚀
Oke, kita udah kenalan sama Webpack, udah paham bundling, loader, dan plugin, dan kita udah nyoba beberapa simulasi real-case yang relevan. Tapi sekarang saatnya update ilmu nih—karena Next.js versi terbaru (khususnya dari versi 13 ke atas) memperkenalkan Turbopack, sebuah game changer dalam dunia bundling dan build tool modern.
Yes, Turbopack ini dikembangkan langsung oleh tim Vercel (orang-orang yang bikin Next.js juga), dan mereka secara resmi menyebut Turbopack sebagai "pengganti Webpack di masa depan" untuk Next.js.
Jadi… apa itu Turbopack?
Turbopack adalah bundler baru yang dibuat dari nol dengan bahasa pemrograman Rust—bahasa yang terkenal super cepat dan aman. Tujuan utama Turbopack adalah untuk mengatasi kelemahan Webpack, terutama dari segi kecepatan dan skalabilitas.
Kalau Webpack itu kayak mobil keluarga yang nyaman dan fleksibel, Turbopack itu kayak motor listrik super cepat yang gak berisik dan langsung nyamber gasnya.
Apa aja sih perbedaan dan manfaat Turbopack dibanding Webpack?
Berikut beberapa hal yang bikin Turbopack jadi primadona baru (dan alasan kenapa kamu bakal cinta banget kalau udah nyoba):
1. Build & Hot Reload Lebih Cepat
Turbopack itu berkali-kali lipat lebih cepat dibanding Webpack.
- Cold Start (pertama kali
npm run dev
): bisa 10x sampai 700x lebih cepat dibanding Webpack. - Hot Reload (pas kamu ubah file): responsnya bisa nyaris instan.
Buat kamu yang kerja di project besar, atau punya banyak file dan komponen, ini kerasa banget. Gak perlu nunggu lama-lama saat develop—kerjaan jadi lebih efisien dan produktif.
2. Incremental Compilation
Turbopack punya pendekatan yang disebut incremental bundling, di mana dia cuma proses ulang file yang benar-benar berubah. Jadi gak kayak Webpack yang harus “nge-bundle ulang” project tiap kali ada perubahan.
Artinya: makin besar project kamu, makin terasa keunggulan Turbopack.
3. Future-proof dan native Next.js
Karena dikembangkan langsung oleh Vercel, Turbopack ini udah dioptimasi habis-habisan buat Next.js.
- Native support TypeScript
- Native support React Server Components
- Integrasi lancar dengan App Router dan semua fitur baru di Next.js 13+
- aaa
Pokoknya benar-benar dibikin supaya kamu bisa langsung pakai dan nikmatin kecepatannya.
Oke, terus gimana cara pakai Turbopack di project kita?
Kalau kamu pakai Next.js 13 ke atas, Turbopack udah tersedia secara default untuk development mode. Jadi pas kamu jalanin:
npm run dev
Secara otomatis, Next.js bakal jalanin project kamu pakai Turbopack. Di terminal biasanya muncul log seperti:
Creating an optimized development build...
Using Turbopack as bundler
Tapi untuk saat ini, Turbopack baru dipakai di development mode aja, bukan production. Untuk production build (npm run build
), Next.js masih pakai Webpack. Tapi Vercel udah nyiapin roadmap untuk migrasi full ke Turbopack di production juga—tinggal nunggu stabil.
Jadi, apakah Webpack akan ditinggalkan?
Iya, pelan-pelan. Tapi tenang, Webpack gak langsung dibuang kok. Banyak project lama masih pakai Webpack, dan ekosistem plugin Webpack juga masih luas banget. Tapi buat project baru, terutama yang dibangun dengan Next.js versi terbaru, kamu udah bisa nikmatin kecepatan Turbopack dan mulai transisi ke masa depan.
Intinya…
Turbopack itu bundler modern super cepat yang dirancang untuk era React masa kini. Dengan teknologi dari Rust, sistem yang lebih efisien, dan integrasi native ke Next.js, dia udah mulai menggantikan peran Webpack secara bertahap.
Sebagai developer pemula, kamu gak perlu ngerti detail teknis Rust atau compiler—cukup ngerti bahwa Turbopack bantu kamu ngoding lebih cepat, reload lebih ringan, dan scaling project jadi lebih nyaman.
Penutup: Saatnya naik level dengan Next.js dan siap kerja remote bareng BuildWithAngga
Kita udah jalan bareng dari awal: mulai dari kenalan sama Next.js, ngulik Webpack dan semua bagian pentingnya kayak loader dan plugin, sampai akhirnya bahas Turbopack sebagai generasi terbaru bundler modern.
Harapannya, sekarang kamu udah gak cuma tahu cara pake Next.js, tapi juga paham apa yang terjadi di balik layar.
Belajar kayak gini itu penting banget, apalagi kalau kamu pengen serius kerja sebagai web developer, khususnya di lingkungan kerja remote yang sekarang makin banyak dibuka oleh perusahaan luar negeri.
Mereka gak cuma carei orang yang bisa ngehasilin halaman doang, tapi yang ngerti struktur, performa, dan scalable architecture—dan Next.js jadi salah satu skill utama yang sering banget disebut di lowongan kerja internasional.
Nah, buat kamu yang pengen belajar lebih terarah, efisien, dan ditemani mentor yang udah punya pengalaman langsung di dunia kerja nyata, **BuildWithAngga adalah tempat terbaik buat mulai**. Di sini kamu gak belajar sendirian, kamu akan:
- Dibimbing langsung oleh mentor expert yang udah kerja di industri tech dan pernah ngerjain project nyata
- Bikin project nyata seperti company profile, e-commerce, portfolio, hingga admin dashboard
- Akses kelas seumur hidup, jadi bisa belajar ulang kapan aja tanpa takut expired
- Dapat sertifikat dan portfolio profesional yang bisa kamu masukin ke LinkedIn atau kirim ke HR
- Gabung ke forum diskusi dan komunitas aktif, tempat kamu bisa tanya, dapet feedback, atau bahkan dapet referensi kerja
- Fokus ke skill siap kerja remote, bukan cuma teori, tapi praktik langsung seperti di dunia kerja sesungguhnya
Dan yang paling penting, kamu akan dapat mindset yang bener: bahwa jadi developer itu bukan soal jago ngoding doang, tapi juga ngerti cara berpikir sistematis, komunikasi tim, dan problem-solving.
Jadi… jangan cuma baca artikel ini terus diem aja. Ambil langkah konkrit. Mulai belajar bareng BuildWithAngga, dan siapkan diri kamu buat masuk ke dunia kerja remote yang lebih luas dan lebih menjanjikan 🌍✨
See you di kelas, dan semoga kita bisa kolaborasi bareng sebagai sesama developer profesional. Semangat! 💪🔥